Tentang Sebatang Rokok
asapmu mengepul membuka langit
hatiku tanpa bintang gemintang hilang
bersama kunang-kunang pergi terbang
meninggalkan tanah tak lagi berbulir buah
menuju kelam
buram
menuju punah
musnah
Yogya, 2017
Kepada Hujan
apa yang kau cari, hujan
ketika waktu melipat-lipat saat
hamparan rumput hijau tak lagi mengharap
tanah membusuk tak peduli langit
menggambar kusam
inginkah kau sekedar cerita
mengalir tak makna menggerus arus
tak henti tak arti
hingga sebuah akhir
tak bunyi
apa yang kau cari, hujan
hingga kau penuhi waktumu dengan mosaik
warna-warni pelangi mimpi yang kaubagi
dan fatamorgana tak nyata
tak ada
hujan, apa yang kaucari
…
: aku ingin mencari lautku dan menjadi
karang!
Yogyakarta, 2017
Sajak Kuli Angkut
aku cukup berhenti di sini
menurunkan beban menyeka lelah
keringat yang sarat janji merdu nyanyian mimpi
harap yang berbusa di bibir angin
jangan kaulempar hujat kecewa
usai kualihkan ruang sambil membunuh waktu
adakalanya mengembang layu membusuk
mengering tertimpa matahari
panasnya terurai pada cibir bibir
tak mungkin menggetarkan lagi
gendang telingaku yang kaku
aku cukup berhenti di sini
kulepas semua dari tubuhku dan berlari
menyusur kebebasan tanpa peduli
cukup, aku berhenti
kalau aku bisa berteriak dan berlari
mau apalagi?
Yogyakarta, 2017
Di Tengah Pasar
aku terperangkap dalam pusaran kata berkerumun
menyerut tajam ke segala arah bukan diri
bukan kebenaran yang dicari bukan kesalahan
semakin kabur karena tak arti
buih busa bibir
meleleh mabok mimpi
tak perlu aku bertanya
karena jawab berujung selaksa paksa
berjuta telunjuk kebodohan mengarah satu
lipatan kertas kumuh penuh cerita
aku terperangkap bisu
kebisuan yang kubenaran
kebenaran yang kuberhalakan
berhala yang menghalalkanku termangsa
menyelip di gerahamnya
bisuku terperangkap kata yang bermuntahan
hingga saatnya tiba
bisu menjadi kata
Yogyakarta, 2017
Puisiku
aku tak mampu lagi menghidupkan kata
lama kubiarkan berserakan di beranda
berdebu
gagal kusulut matahari di ubun-ubun waktu
bisu kunyanyikan desah angin di daun-daun lalu
resah meremasnya menjadi remah-remah
tak arti
aku kehilangan kata
menyelinap di keheningan tak juga terkejar
meruah segala warna menghitam sepi
mengonggok
tak bentuk
aku
hilang
kata
hilang
arah
aku
Yogyakarta, 2017
Tulisan pertama KRISHNA MIHARDJA yang dimuat media-massa adalah puisi, kemudian apapun ditulisnya. Buku-buku fiksinya banyak dikoleksi perpustakaan sekolah di seluruh Indonesia, hingga membuatnya mendapatkan Penghargaan Pendidikan Bidang Sastra dari Mendiknas (2003), Penghargaan Sastra Pendidik dari Badan Bahasa Kemendikbud (2011). Sedangkan buku berbahasa Jawa karya Krishna mendapatkan Penghargaan Sastra Jawa dari Yayasan Rancage (2013). Tulisan terakhir tahun 2017 dimuat dalam Patembayatan Jati (Balai Bahasa DIY, Yogyakarta, 2017).