Perpustakaan

Judul : Busana Jawa Kuna
Penulis : Inda Citraninda Noerhadi
Penerbit : Komunitas Bambu, 2012, Jakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : xviii + 117
Ringkasan isi :

Busana Jawa Kuna

Busana adalah salah satu kebutuhan manusia yang universal. Busana atau pakaian tersebut banyak sekali variasinya, dari yang sekedar menutupi seluruh tubuh sampai yang berfungsi sebagai penghias tubuh. Oleh karena itu bila menyebut busana tentu saja tidak melupakan apa yang disebut perhiasan sebagai kelengkapannya.

Buku yang membahas tentang busana Jawa kuna ini, mengambil sumber dari relief Karmawibhangga candi Borobudur. Relief ini menggambarkan suatu cerita tentang sebab dan akibat segala perbuatan manusia pada masa hidupnya. Berdasarkan relief Karmawibhangga tersebut, pemakaian busana dapat dilihat dari dua segi yaitu banyaknya perlengkapan yang dipakai dan lingkungan sebagai penentu.

Yang dimaksud dengan banyaknya perlengkapan adalah pakaian dan perhiasan yang dipakai. Dalam hal ini dapat dibagi tiga. Yang pertama taraf paling sederhana. Untuk wanita berupa satu lembar kain sebatas lutut, diputar dari kiri ke kanan di bawah pusar. Tanpa perhiasan, kalaupun memakai hanya satu misal anting-anting. Untuk lelaki berupa selembar kain diangkat pendek sehingga tampak seperti cawat atau celana pendek. Yang kedua, taraf menengah. Untuk wanita terdiri kain panjang sampai mata kaki atau pergelangan kaki, dilengkapi dengan perhiasan seperti gelang, kalung, anting-anting juga ikat pinggang berupa kain kecil. Hiasan kepala berupa rambut yang disanggul atau disusun. Untuk lelaki terdiri kain pendek sampai lutut atau kain panjang sampai mata kaki, dilengkapi dengan perhiasan seperti gelang, kalung, anting-anting dan ikat pinggang. Rambut berupa sanggul. Yang ketiga taraf lengkap. Untuk wanita kain panjang sampai pergelangan kaki yang dilengkapi dengan ikat pinggul dua susun berhias permata. Perhiasan lebih lengkap berupa gelang, kalung, anting-anting, kelat bahu, gelang kaki dan tali yang diselempangkan dari bahu kiri ke pinggang kanan. Hiasan kepala berupa susunan rambut diangkat tinggi dengan hiasan permata. Untuk lelaki terdiri kain panjang, dilengkapi ikat pinggang berhiasan permata, ikat dada, selempang kasta atau upavita. Dilengkapi dengan perhiasan berupa gelang, kalung, anting-anting, kelat bahu dan gelang kaki. Hiasan kepala berupa mahkota tinggi berhias permata. Di samping itu masih ada golongan pakaian taraf khusus yaitu yang dikenakan para biksu, pendeta dan petapa, berupa jubah panjang tetapi bagian pundak kanan dibiarkan terbuka.

Di samping pakaian, sangat penting pula benda-benda penyerta yang mempunyai fungsi langsung dengan kehidupan sehari-hari terutama mata pencaharian. Benda-benda ini dapat untuk mengidentifikasi tokoh-tokoh yang digambarkan dalam relief. Misalnya relief manusia dengan tempat ikan dan kantong uang, menunjukkan si tokoh adalah penjual ikan.

Kemudian, secara garis besar pemilihan pakaian menurut lingkungan dapat dibagi menjadi tiga. Pertama, lingkungan rakyat kebanyakan, ditandai dengan adegan-adegan di alam terbuka, yaitu di antara pepohonan, batu-batuan dan kolam. Busana yang dipakai sangat sederhana. Kedua, lingkungan bangawan atau orang kaya, sering digambarkan berada di dalam atau dekat bangunan atau istana yang megah. Busana yang dikenakan lebih mewah dengan segala kelengkapannya (terutama perhiasan). Ketiga, lingkungan alam khayal atau kedewaan, biasanya ditandai dengan adanya pohon kalpataru atau kinara-kinari (makhluk berbadan burung berkepala manusia, penjaga pohon kehidupan). Juga gambaran neraka, ditandai dengan penggambaran manusia dalam wujud binatang atau berwajah menakutkan.

Buku ini lebih menarik karena dilengkapi dengan berbagai gambar/foto relief Karmawibhangga tersebut dan juga ilustrasi mengenai manusia dan busana yang dipakai dengan segala kelengkapannya.

Baca yuk ..!

Teks : Kusalamani