Makan yuk ..!

Lezatnya Ayam Kampung ala Mbah Cemplung

Masakan ayam kampung tradisional, tempatnya di kampung, dan lezatnya bukan main, itulah warung Mbah Cemplung. Warung yang menyebut dirinya sebagai warung makan ayam goreng Jawa ini terletak di Desa Sendang Semanggi, Sembungan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. Warung ini kini dikelola oleh Mbok Gemi dan Pak Sagiyo beserta ketiga anaknya.

Lezatnya Ayam Kampung ala Mbah Cemplung

Cita rasa ayam goreng warung ini memang bikin ‘kesengsem’ dan ‘ngangeni’. Rasa gurihnya tidak hanya menonjol tapi merata. Bumbunya terasa menyatu sampai ke daging di bagian terdalam. Di banyak warung ayam goreng, biasanya bumbunya hanya terasa nikmat di bagian luarnya tapi di dalamnya hanya terasa daging tanpa resapan bumbu. Tanpa melebih-lebihkan, harus diakui, ayam goreng Mbah Cemplung berbeda, racikan bumbunya kuat dan rata meresap. Ini salah satu keunggulannya yang membuatnya terus didatangi pembeli.

Keunggulan lainnya adalah dagingnya yang empuk. Gampang disuwir dan dikunyah. Dagingnya sangat kooperatif untuk digigit, tidak mengajak berantem. Padahal tekstur ayam kampung lebih liat dibanding ayam potong. Tambahan lagi hasil gorengannya tidak berlumuran minyak. Walhasil kita bisa menyantapnya dengan nyaman.

Rahasianya ternyata ada tiga, yakni racikan bumbu, cara memasak, dan spesifikasi ayamnya. Anak sulung Mbok Gemi-Pak Sagiyo, Tri Widayat (35 tahun) mengungkapkan dua di antaranya, yakni cara memasak dan spesifikasi ayamnya. “Kalau resepnya belum diturunkan oleh ibu saya,” kilahnya.

Lezatnya Ayam Kampung ala Mbah Cemplung

Dayat, panggilan akrabnya, menuturkan bahwa pertama-tama daging ayam direbus dengan campuran bumbu. Setelah itu, ayam ditiriskan selama satu malam. Kemudian ayam direbus kembali dengan bumbu. Siap digoreng. Dengan cara ini bumbu bisa benar-benar meresap dan dagingnya jadi empuk. “Merebusnya memakai kayu bakar. Kalau menggorengnya pakai kompor,” katanya. Kayu bakar juga dipakai untuk menanak nasi. Pantas saja nasinya terasa gurih dan pulen.

Soal empuk juga tergantung dari spesifikasi ayamnya. Ayam yang dimasak termasuk pilihan. Menurut Dayat, ayam yang diolah bukan sekadar ayam kampung tapi ayam kampung liar, yakni ayam kampung yang dilepas di pekarangan. Jadi bukan ‘ayam jawa super’, istilah untuk ayam kampung blasteran yang diternakkan di kandang.

Tidak sebatas itu. Usia ayamnya, kata Dayat, harus muda, sekitar 5-7 bulan. Rentang usia ini setara dengan usia 3-4 bulan ‘ayam jawa super’ yang tubuhnya memang lebih besar ketimbang ayam kampung liar.

Bahkan berat ayamnya pun termasuk syarat pemilihan, yakni dari 1 sampai 2,5 kilogram. “Kalau lebih berat dari itu dagingnya mulai alot,” jelasnya.

Ayam kampung liar ini sebagian diperoleh dari penduduk di sekitarnya. “Kalau menjelang pembayaran listrik, yang menjual ayam ramai,” katanya sambil tertawa.

Lezatnya Ayam Kampung ala Mbah Cemplung

Dengan keunggulan ini maka warung Mbah Cemplung hanya menyediakan ayam goreng sebagai menu utama. Menu lainnya sekadar menemani, seperti tempe goreng, pete dan terong. Menu pelengkap ini juga patut dipuji nikmatnya, tidak ‘njomplang’ saat bersanding dengan menu utamanya. Tempenya gurih, sedangkan pete dan terongnya agak manis. Cocoklah. Oya, dua mangkuk sambal ikut menemani pula, sambal mentah dan sambal matang. Sambal mentahnya, yakni sambal bawang, harus diacungi jempol karena paduan rasanya dan tendangan pedasnya yang mantap. Tak ketinggalan nasi pulen yang disediakan dalam cething, jadilah semacam orkestrasi rasa yang harmoni. Sedikitnya variasi menu yang ditawarkan mungkin untuk menjaga kombinasi yang serasi ini. Sedangkan minumannya ada pilihan teh, jeruk, tape ketan, dan wedang uwuh.

Potongan ayam gorengnya sendiri ada tiga macam, yakni dada, paha dan kepala urut-urutan. Yang terakhir ini cukup unik, yakni kepala yang terus bersambung hingga brutu. Berbeda dengan lazimnya kepala ayam goreng yang panjangnya hanya sampai leher. Ketiganya sama lezatnya, dan serupa harganya, yakni antara Rp 12.000 sampai Rp 17.000. Kalau ayam utuh (ingkung) dibandrol Rp 70.000 sampai Rp 90.000. Kecil besarnya harga tergantung dari kecil besarnya daging ayam yang disantap.

Menurut Dayat, dalam sehari warung ini menghabiskan sekitar 70-80 ekor ayam. Kalau lagi sangat ramai jumlahnya meningkat jadi sekitar 100 ekor per hari. Padahal dulu sewaktu awal dibuka warung ini cuma memerlukan 4 ekor ayam sehari.

Yang dimaksud awal oleh Dayat adalah ketika warung ini masih kecil dan berdinding gedeg. Pria berkacamata ini menuturkan, awalnya pada sekitar tahun 1982-83 rumahnya didatangi Mbah Redjo Winangun dari Desa Cemplung, yang terletak di daerah Madukismo. Perempuan sebatang kara ini lantas tinggal di rumah keluarga Mbok Gemi dan Pak Sagiyo. Ia dibangunkan warung ayam goreng di lahan kosong di sebelah barat rumah. Mbok Gemi ikut membantu memasak.

Lezatnya Ayam Kampung ala Mbah Cemplung

Dayat berkisah, kebetulan banyak peziarah Sendang Semanggi yang melewati warung sederhana ini. Semakin lama ayam goreng olahan Mbah Cemplung (nama populer Mbah Redjo) semakin dikenal dan warungnya kian ramai. Pada sekitar tahun 2003, warung ini dibangun menjadi lebih bagus dan besar seperti bangunan sekarang ini. Sekitar dua tahun kemudian Mbah Cemplung meninggal dunia. Keluarga Mbok Gemi melanjutkan usaha warung makan yang sudah terlanjur kondang ini. Pengunjungnya bukan lagi para peziarah tapi orang-orang yang memang ingin datang untuk memanjakan lidahnya.

Warung ini buka dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Paling ramai antara jam 10 sampai jam 2. Untungnya, area parkirnya cukup luas untuk mengimbangi banyaknya pembeli dan ruang makan yang cukup besar ini. Disediakan pula tempat lesehan di sisi timur, yang awalnya adalah rumah kediaman Mbok Gemi dan Pak Sagiyo.

Saat ke sana, Tembi melihat mobil yang parkir kebanyakan berplat Yogya. Lainnya berplat Jakarta, Bandung, Solo dan Semarang. Tokoh yang sering mampir ke sini, kata Dayat, adalah Wakil Bupati Bantul Sumarno dan mantan Gubernur Jawa Tengah Mardiyanto. Para pemain bola Persiba juga kerap datang. Sedangkan selebriti yang pernah mampir antara lain Nicholas Saputra dan Indro Warkop. Ada pula pembeli yang memesan ayam goreng untuk dibawa ke Jakarta atau Kalimantan.

Larisnya warung ini mengundang sejumlah pengusaha yang menawarkan kerjasama atau franchise tapi ditolak. Jadi warung ayam goreng Mbah Cemplung masih satu-satunya. Lokasinya agak ‘mblusuk’ tapi jalannya cukup bagus.

Kalau Anda tertarik mau ke sana, dari Jalan Bantul, masuk melewati gerbang Kasongan, terus menelusuri jalan raya ke arah barat. Setelah melewati jembatan, sesampai di Masjid Al Aziz, belok ke kanan atau utara, melalui tugu berwarna hijau. Setelah sedikit melewati gapura Sembungan, sampailah Anda di warung Mbah Cemplung yang terletak di sisi kiri atau barat jalan. Anda juga bisa menghubungi warung ini melalui nomor 0856 2883 445 atau 0857 4305 6292.

Makan yuk ..!

barata