Makan yuk..!

Nasi Uduk Dongkelan

Nasi Uduk DongkelanSiang hari, di jalan Bantul dari perempatan ring road sampai pusat kota Bantul, lalu lintas tidak sepi, Bahkan cenderung padat, meski tidak membuat macet, Karena lintas kendaraan lalu lalang dalam jarak pendek. Oleh sebab itu, disepanjang jalan Bantul ada banyak warung, salah satunya warung nasi uduk yang menamakan diri, atau setidaknya seperti terulis di papan nama ‘ Nasi Uduk Dongkelan’. Kata terakhir ini menunjuk nama kampung, kalau diucapkan berbunyi: ‘nDongkelan’.

Lokasi warung ini di tepi jalan dan mudah dijangkau. Kendaraan, sepeda motor maupun mobil, tinggal parkir di tepi jalan, atau untuk sepeda motor bisa diparkir di teras warung. Tepatnya, warung ‘Nasi Uduk Dongkelan’ terletak di Kweni Rt 01, No. 19, jalan Bantul km 4,5, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.

Di Yogya memang tidak banyak warung yang menyediakan nasi uduk, atau khusus untuk nasi uduk. Bahkan di jalan Bantul, ‘Nasi Uduk Dongkelan’ ini, tampaknya hanya satu-satunya warung nasi uduk. Warung ini baru sekitar 5 bulan lalu ada di Yogya. Dalam tulisan di spanduk ada kata tambahan ‘khas Jakarta’ dan ‘mas Goen’. Jadi, kalau dibaca utuh kalimatnya berbunyi: Warung nNasi Uduk Dongkelanasi uduk Dongkelan mas goen, khas Jakarta.

Sajian nasi uduk dibungkus dengan daun pisang dan telah dibentuk bulatan kecil-kecil. Yang ingin memakan nasi uduk tinggal mengambil bungkusan kecil-kecil yang disajikan dalam piring sebanyak 6 bungkus. Tidak semua harus dihabiskan, karena akan dihitung berapa bungkus nasi uduk yang diambil. 1 bungkus nasi uduk seharga Rp 800,-. Jadi, kalau enam bungkus yang disajikan habis, tinggal dikalikan harganya.

Pilihan lauknya juga bermacam, ada ayam goreng, bebek goreng, tempe dan tahu goreng, dan ada pula garangasem. Tersedia pula telur balado dan semur jengkol. Tinggal pilih mana yang suka, atau menggabungkan beberapa pilihan.

Siang itu, sekitar jam 2, kuliner Tembi mencoba mampir di warung ‘Nasi Uduk Dongkelan’. Sudah seringkali melewati, bahkan hampir saban hari, dan melihat spanduknya, tetapi belum pernah mampir. Pilihan yang diambil dan yang ditawarkan adalah lauknya. Kuliner Tembi memilih ayam goreng kampung (sebab ada ayam potong) dan garang asem daging. Dua pilihan itu memberikan rasa yang berbeda, karena pada garang asemnya terdapat kuah. Satu piring disajikan dengan 6 bungkus kecil nasi uduk serta sambal.

Rasa gurih nasi uduknya memang terasa. Meski bungkusannya kecil, tNasi Uduk Dongkelanetapi membuat perut terasa kenyang. Karena itu, dari enam bungkus, kuliner “Tembi’ hanya menghabiskan 4 bungkus. Ayam gorengnya khas, digoreng kering dan dagingnya empu. Jadi, memang khas rasa nasi (gurih) uduk dengan lauk ayam goreng. Kuah dari garang asem, dan juga daging yang sudah dipotong-potong serta masih ada tulangnya, menambah rasa nasi uduk. Apalagi, garang asemnya mengandung rasa pedas, sehingga perpaduan antara nasi uduk, atam goreng dan garang asem terasa pas.

Di Yogya, memang tidak disembarang tempat nasi uduk bisa ditemukan, tetapi bukan berarti sama sekali tidak ada. Warung tenda di jalan Wirobrajan menyediakan nasi uduk. Karena warungnya tidak dalam jumlah banyak, maka warung nasih uduk, apalagi rasanya enak, pasti akan dicari oleh orang-orang dan tidak hanya dari Yogya, setidaknya seperti bakmi ‘mBah mo’ yang berlokasi di tengah dusun, tetapi orang-orang dari luar kampung Code, nama dusun bakmi mBah mo, atau warung ‘Nggeneng’ di dekat ISI Yogyakarta, selalu dicari orang.

Nasi gurih memang bukan sesuatu hal yang baru untuk orang Yogya, tetapi kehadiran nasi uduk di Yogya, setidaknya bisa memberi pilihan lain dari yang selama ini ada, misalnya, nasi goreng. Semoga saja, nasi uduk ‘Dongkelan’ yang sudah berjalan lima bulan, akan terus bertahan lama.

Makan yuk..!

Ons Untoro