Kuliner
BUBUR GUDEG
Pastilah
sudah mengenal menu gudeg. Orang yang datang ke Yogya, hampir-hampir
tidak melupakan menu khas Yogya itu. Dibanyak tempat di Yogya mudah
ditemukan menu gudeg. Ada penjual yang telah menjadi favorit banyak
kalangan. Ada yang hanya dikenal biasa dan ada yang sudah memiliki
pelanggan, meski tidak dikenal luas. Menu gudeg bisa dicari dari
pagi sampai malam. Ada juga penjual gudeg yang membuka warungnya
hanya malam hari dan mengambil model lesehan untuk ‘menjajakan’
gudegnya.
Barangkali, ada satu hal
yang dilupakan dari sertaan menu gudeg. Karena sertaan ini tidak
setiap penjual gudg menyediakan. Yang mudah ditemukan adalah nasi
gudeg. Namun sesungguhnya, ada sertaan lain selain nasi, yakni
bubur.
Di kampung-kampung penjual
gudeg biasanya menyediakan bubur, apalagi penjual gudeg yang membuka
warungnya
pada
pagi hari, biasanya tidak melupakan sertaan bubur. Anak-anak kecil,
pada pagi hari biasanya ‘dibelikan’ bubur untuk makan pagi. ‘Bubur
areh’, begitulah anak-anak mengenalnya. Sepiring bubur dengan
sepotong telor dan kuah areh. Rasanya gurih dan sedap.
Ini ada satu warung gudeng
yang buka malam hari dan setiap hari selalu menyediakan bubur satu
manci kupingan. Disebut sebagai manci kupingan, karena tempatnya
yang terbuat dari aluminium itu ada alat untuk memeganginya, yang di
Yogya dikenal dengan sebutan kupingan. Maka, sebutan manci kupingan
sangat khas untuk Yogya.
Nama penjual gudeg ini bu
Jumakir. Ia mengambil lokasi di jalan wates Km 1,5. Tidak jauh dari
pertigaan PUKY, atau lampu merah PUKY. Dari perempatan Wirobrajan ke
barat, sampai lampu merah/pertigaan PUKY ke barat sedikit. Lokasinya
sebelah
selatan jalan. Gudeg bu Jumakir ini buka warungnya malam hari. Pada
pukul 6 sore biasanya sudah mulai buka dan jam 11 atau 12 malam,
biasanya sudah habis/mulai tutup.
Kuliner Tembi berulangkali
mampir lesehan di warung gudeg bu Jumakir ini dan tidak lupa memesan
bubur. Tentu saja, agar tambah sedap selain dilengkapi lauk ayam
(kampung), ditambah kuah sambal kerecek dan sekaligus kerecek dan
tahunya. Yang tidak dilupakan adalah ‘ijo-ijo’, untuk menyebut
sayuran pada gudeg.
Yang khas dan menarik, serta
menyenangkan, ketika menikmati bubur kuahnya banyak, sehingga
kelihatan buburnya ada ‘ditengah lautan’. Orang Jawa menyebutnya
sebagai ngecombor. Betapa nikmatnya meyeruput bubur ‘ngecombor’.
Apalagi buburnya masih panas. Rasa pedas kuah berbaur dengan panas
bubur, sehingga bisa mengingtkan pada masa kecil anak-anak Yogya
yang makan paginya dengan bubur.
Gudeg ayam bu Jumakir ini
tidak mahal. Cukup hanya mengeluarkan uang Rp 15.000 sudah bisa menikmati
bubur dengan ayam gending. Kalau hanya dengan telor, atau hanya
bubur dan tahu saja, harganya jauh lebih murah. Atau bisanya juga,
biasanya pula untuk anak-anak, kalau tidak bubur telor, adalah bubur
daging suwir. Maksud dari daging suwir ialah, daging ayam yang sudah
disuwiri (diptong kecil). Untuk bubur gudeg, menyebut bubur daging
suwir, penjualnya segera paham.
Gudeg Bu Jumakir ini sudah
cukup lama berjualan disekitar jalan Wates ini. Sudah sekitar 15
tahun yang lalu. Lokasinya mengambil tempat di teras toko besi.
Jadi, pada siang hari warung gudeg bu Jumakir dipakai untuk toko
besi. Malamnya dipakai bu Jumakir untuk jualan gudeg. Untuk pembatas
digunakan kain/spanduk. Di tepi jalan, pada warungnya ada spanduk
bertuliskan ‘Gudeg Bu Jumakir’.
Ada baiknya, untuk mengenali
gudeg Yogya, sekali waktu menikmati bubur gudeg, pastilah ada rasa
kangen pada Yogya.
Ons Untoro |