Kuliner
SENSASI KENIKMATAN IKAN LIAR
DI PINGGIR TEMPURAN SUNGAI BEDOG DAN PROGO
Legokan
Ngancar, Sendangsari, Pajangan, bantul memanglah merupakan sebuah
legokan atau cekungan. Di tempat inilah pertemuan antara Sungai
Bedog dan Sungai Progo terjadi. Pada lokasi ini pulalah sebuah rumah
makan yang dinamakan Rumah Makan Legokan Ngancar berdiri.
Keletakan Rumah Makan
Legokan Ngancar memang akang terpencil. Lokasinya memang sengaja
didirikan di dekat tempuran dua buah sungai. Keletakannya yang
demikian memberikan efek sejuk karena udara di pertemuan dua buah sungai
itu kelihatan terbuka. Itu pun masih ditambahkan dengan kondisi alam
di sekitar rumah makan ini yang cukup banyak ditumbuhi pepohonan
relatif besar dan tinggi.
Rumah makan ini didirikan
tahun 2007 (pasca gempa yang menghancurkan Bantul pada tahun 2006).
Saat itu Basri (59) punya suatu gagasan untuk mendirikan sebuah
usaha yang tidak saja bisa menyokong ekonomi keluarganya, namun
kalau bisa juga mampu menopang kehidupan ekonomi warga di sekitarnya.
Lalu mulailah ia mendirikan rumah makan ini yang dilengkapi
gazebo-gazebo di pinggiran tempuran sungai. Tampaknya gazebo yang
bahannya 95 persen terbuat dari bambu dan kayu ini cukup digemari.
Gazebo memang memberikan nuansa dan kesan santai, sejuk, dan
semilir. Gazebo dalam istilah lokal mungkin bisa juga disebut gubuk,
maka Basri pun membuat slogan untuk rumah makannya, yakni NYAMAN DI
GUBUK ENAK DI LIDAH.
Menu
utama dari Rumah Makan Legokan Ngancar adalah ikan air tawar.
Sekalipun demikian, ikan yang diolah di rumah makan ini bukan
didasarkan pada ikan kolam namun ikan hasil tangkapan dari Sungai
Progo. Hal demikian sengaja dipilih karena ikan yang ditangkap dari
sungai lebih terasa nikmat dagingnya daripada ikan yang diternakkan.
Lagi pula air dari Sungai Progo masih relatif sedikit pencemaran
dibanding air yang digunakan untuk kolam-kolam ikan yang kebanyakan
diambil dari air sungai di luar aliran Sungai Progo.
Ikan-ikan yang diolah dan
disuguhkan di RM Legokan Ngancar di antaranya adalah wader, gabus
(kutuk), belut, soga, dan pelus. Ikan-ikan tersebut ada yang dimasak
dengan cara digoreng atau dibuat mangut. Ada pula yang dibuat
sambal. Untuk menyantapnya dilengkapi dengan lalapan, nasi putih,
dan aneka sambal.
Rabu,
7 Juli 2011 Tembi berkesempatan menikmati suasana dan menu makanan
yang disajikan di rumah makan pinggir tempuran sungai ini. Waktu itu
Tembi memilih menu Mangut Kutuk (gabus) dan Wader Goreng dengan
ubarampe lalapan, sambal bawang, serta urap (gudangan).
Nasi putih dalam bakul
bambu, wader goreng, sambal, lalapan, dan gudangan memang memberikan
nuansa kenikmatan makanan lokal yang mungkin agak susah dicari di
restoran-restoran tengah kota. Maklum wader bukanlah komoditas yang
bisa dibudidayakan. Selain itu, ikan wader yang umumnya merupakan
tangkapan dari sungai jarang didistribusikan ke kota karena jumlah
tangkapannya yang terbatas. Apalagi jenis gabus (kutuk). Kalaupun
ada di kota, jumlahnya tidak pernah banyak.
Kriuk-kriuk gurih wader
goreng yang garing dan nasi putih hangat dipadu dengan sambal bawang
yang pedas menyengat memberikan paduan rasa yang cukup heboh di
lidah. Heboh yang nikmat serta memberikan efek ketagihan. Penginnya
ngunyah dan ngunyah terus.
”Kekeringan”
dari wader goreng garing ini bisa dipersegar dengan lalapan dan
Mangut Kutuk yang bernuansa lebih lembut. Lembut dagingnya, lembut
pula santan kentalnya. Sekalipun demikian, aroma rempah dari
mangutnya demikian harum sehingga kesan amis dari ikan sepertinya
benar-benar menghilang. Oh iya, untuk satu porsi wader goreng
dibanderol dengan harga Rp 10.000,-. Untuk mangut ikan kutuk (gabus)
Rp 20.000,-. Untuk masakan ikan jenis lain harganya variatif.
Sekalipun rumah makan ini
agak tersembunyi keletakannya,
namun
selama ini pasokan ikan dari hasil tangkapan di sungai tidaklah
menjadi soal. Basri mengaku bahwa selalu ada pemasok ikan hasil
tangkapan sungai (Progo). Bahkan pemasok itu bukan hanya berasal
dari lingkungan Kecamatan Pajangan saja, namun juga Kecamatan
Srandakan, Pandak, dan Lendah (Kulon Progo). Sampai sejauh ini Basri
mampu menampung setoran ikan hasil tangkapan di alam liar itu
sebanyak 10-20 kilogram per harinya.
Kenikmatan menyantap ikan di
pinggir tempuran Sungai Bedog dan Progo ini akan semakin lengkap
rasanya sebab Bakri siap sedia bercerita tentang apa dan siapa
dirinya. Ia juga siap menceritakan legenda tempuran sungai yang
keletakannya tidak jauh dari Situs Mangir. Di tempuran sungai itulah
dulu Ki Ageng Mangir pernah bertapa kungkum (berendam). Di bawah
pohon Ancar di tepi tempuran itu pula Ki Ageng Mangir pernah
mempertajam daya spiritualnya. Dari sisi barat Sungai Progo itu pula
ia mendapatkan seorang gadis yang bernama Rara Jlegong dan kemudian
daripadanya lahir Ki Ageng Baru Klinthing yang dalam cerita demikian
menghebohkan karena digambarkan sebagai ular naga.
Ingin bersantai, sedikit
menyepi sambil menikmati ikan liar hasil tangkapan dari sungai ?
Nikmati saja suguhan di RM. Legok Ngancar, Pajangan, Bantul. Nyaman
di gubuk, nikmat di lidah dan.... liyer-liyer ditiup angin semilir.
a.sartono |