Kuliner
SEGA WIWITAN : SENSASI KULINER DARI MASA LALU
Nasi Wiwit atau dikenal juga
Sega Wiwitan merupakan bentuk sajian yang tidak lazim dijual di
warung makan. Nasi ini pada zaman dulu hanya bisa didapatkan ketika
sedang terjadi musim panen padi. Pada masa lalu umumnya orang yang
akan melakukan panen padi akan mengawali kegiatannya dengan upacara
wiwit terlebih dulu. Bahkan pada beberapa wilayah upacara wiwitan
dilakukan juga pada saat akan menanam benih padi. Upacara wiwitan
dilakukan dengan suatu maksud agar panenan padi selalu melimpah,
tanaman tidak diganggu hama, dan tanah selalu subur.
Dalam upacara wiwitan ini
akan dibagikan nasi dalam wadah yang disebut pincuk. Di dalam pincuk
tersebut akan disajikan nasi, urap atau gudangan, sambel gepeng,
gorengan ikan asin (gereh pethek), seiris telur ayam atau bebek,
sepotong pisang, rempeyek, dan sesuwir daging ayam. Nasi atau Sega
Wiwitan ini pada masa lalu umumnya akan diburu anak-anak mengingat
anak-anak di masa lalu sering tidak pernah makan enak di rumah. Sega
Wiwitan identik dengan pesta makanan enak dan gratis.
Pada zaman seperti sekarang
upacara wiwit hampir tidak pernah lagi dilakukan oleh petani atau
pemilik sawah padi. Mungkin hal itu dianggap sebagai pemborosan dan
merepotkan. Akibatnya menu Sega Wiwitan relatif sulit didapatkan.
Orang-orang yang pernah merasakan betapa nikmatnya rasa Sega Wiwitan
banyak juga yang kangen. Untuk mencari atau memburunya di tengah
areal persawahan sudah tidak mungkin lagi.
Jangan khawatir ! Anda yang
suka atau kangen dan ingin bernostalgia dengan menu Sega Wiwitan
dapat menikmatinya di Rumah Makan Sego Wiwitan Pak Kenthus di ring
road Bantul. Persisnya di sisi barat kompleks Desa Kerajinan/Wisata
Manding. Di sisi barat Dusun Manding ini Anda akan menemukan
perempatan bertraffic light. Anda tinggal mengarahkan langkah ke
selatan. Pada jarak sekitar 100 meter Anda akan menemukan papan
petunjuk lokasi rumah makan termaksud.
Satu porsi Sega Wiwitan di
rumah makan Pak Kenthus ini dibanderol dengan harga 3.500 rupiah.
Satu porsi sayur lodeh keluwih dihargai 1.000 rupiah. Sedangkan satu
mangkuk dawet dihargai 2.000 rupiah. Sebuah harga yang murah
mengingat seporsi mie ayam model gerobakan (kelilingan) saja
harganya sudah 4.000-5.000 rupiah.
Satu porsi Sega Wiwitan di
rumah makan Pak Kenthus ini berisi beberapa suwir daging ayam, nasi
putih, urap, sambel gepeng plus gereh pethek goreng, separo telur
ayam rebus, dan sedikit sambal terasi matang. Hal yang agak janggal
mungkin sertaan sambal terasinya. Hal ini disengaja dengan suatu
maksud agar orang yang merasa kurang pedas akan suguhan gudangan
atau urapnya dapat menambahkannya dengan sambal terasi tersebut.
Menyantap Sega Wiwitan di
rumah makan Pak Kenthus membawa ingatan pada masa lalu, pada saat
ikut upacara wiwitan di sawah. Kesan sawah itu juga dikuatkan oleh
rumah makan Pak Kenthus yang membangun rumah makannya dengan bahan
bambu dan mebelnya pun bambu pula. Sedangkan atapnya terbuat dari
weli atau anyaman daun tebu kering. Selain itu pemandangan di bagian
depan rumahnya juga berupa hamparan sawah yang luas.
Sega Wiwitan yang berlauk
aneka macam jenis lauk itu memang memberikan sensasi tersendiri di
lidah. Aroma urap dipadu dengan suwiran daging ayam yang dimasak
ingkung, plus sambel gepeng serta gereh pethek memang tidak akan
bisa dibandingkan dengan menu lain. Benar-benar khas kesannya
sebagai suguhan ala pedesaan pertanian Jawa. Aropa bumbu gudangan,
gereh pethek, sambel gepeng, daging, dan telur serta nasi putihnya
membentuk komposisi yang saling mengisi. Mirip sebuah orkestra
dengan sekian jenis alat musiknya. Masing-masing melebur namun tidak
hilang diri. Tidak hilang pribadi. Demikian pula unsur-unsur Sega
Wiwitan ini. Itu pun masih ditambah dengan semangkuk sayur lodeh
keluwih yang bisa difungsikan sebagai semacam supnya. Sayur lodeh
melengkapi sensasi yang mungkin belum penuh di lidah ketika
menyantap Sega Wiwitan.
Sega Wiwitan Pak Kenthus
mungkin sevisi dengan Tembi: Masa Lalu Selalu Aktual. Hal-hal yang
telah lampau ternyata tidaklah lepas begitu saja dari ingatan. Hal
itu bisa menjadi pijakan atau landasan bagi perjalanan, pemekaran
sesuatu di masa kini dan selanjutnya. Termasuk dalam soal kuliner,
Sega Wiwitan.
a.sartono |