Djogdja Tempo Doeloe

PERMAINAN PERANG TOMBAK DI JAWA 1897

PERMAINAN PERANG TOMBAK DI JAWA 1897Berikut ini adalah model �penampilan� kepala desa/pemimpin desa di Jawa masa lalu. Pakaian yang dikenakan dengan menunggang kuda ini merupakan pakaian resmi atau formal ketika ada acara Senenan. Umumnya acara Senenan digelar sehari penuh. Senenan merupakan acara semacam Larap Watangan atau Sodoran yang umum dilakukan di keraton-keraton di Jawa masa lalu. Sodoran atau Watangan di keraton-keraton umumnya dilakukan pada hari Sabtu sehingga muncul istilan Seton atau Setonan.

Senenan mungkin lebih mengacu pada tradisi yang dikembangan di kabupaten/kadipaten atau pada tingkat yang lebih rendah lagi. Mungkin saja Senenan merupakan tradisi dengan kiblat Setonan dari keraton. Pada intinya Senenan merupakan permainan keterampilan menunggang kuda sambil memainkan sebatang tombak yang ujungnya tidak berupa bilang tajam, namun tumpul dan diberi balutan dari kain yang lunak sehingga jika mengenai lawan bermain lawan bermain tidak terluka. Permainan ini lebih untuk menunjukkan tingkat loyalitas bawahan (pemimpin desa) kepada atasannya (dan Gubernemen), di samping untuk menunjukkan keterampilan memainkan tombak di atas kuda kepada publik dan pejabat.

Gambar detail pakaian untuk acara Senenan ini kurang begitu jelas. Akan tetapi setidaknya dapat dilihat orang yang akan Senenan mengenakan topi di atas ikat kepalanya (blangkon). Topi ini tampaknya bergaya Eropa dengan berhiaskan bulu atau rumbai. Orang yang bersangkutan juga mengenakan baju lengan panjang (mungkin semacam beskap atau surjan). Kecuali itu juga mengenakan celana panjang sampai lutut yang di bagian luarnya ditutup dengan kain. Asesori lain adalah keris yang diselipkan di pinggang bagian belakang.

Tampak bahwa kuda yang ditungganginya pun diberi �pakaian� relatif lengkap. Ada tali kuda yang dinamakan apus gulu, katup, kendali, bangkol, sadel (ebeg), apus buntut, dan hiasan kepala yang dinamakan kuncungan.

Tampaknya acara Senenan di abad-abad itu (1800) merupakan acara besar dan formal yang menjadi representasi masing-masing pejabat daerah (desa) dan pusat (keraton, kabupaten, atau gubermen). Hal ini menjadi ajang unjuk gigi dan unjuk diri. Oleh karenanya mereka semua dituntut untuk berpenampilan seformal mungkin, semenarik atau sebaik mungkin. Untuk itu di samping dirinya sendiri perlu berdandan dengan baik, kuda tunggangannya pun perlu didandani dengan baik pula.

Diduga kuat acara Senenan, Sodoran, atau Watangan merupakan bentuk tiruan dari permainan perang-perangan yang pernah marak di Eropa di abad pertengahan yang mengadu 2 orang ksatria bersenjatakan tombak panjang. Umumnya ksatria-ksatria ini berpakaian baju zirah (baju besi). Demikian juga halnya dengan kudanya juga diberi pelindung berupa pakaian besi.

Sementara itu ada pula dugaan bahwa perang tombak dengan menggunakan kuda sudah biasa dilakukan oleh suku-suku bangsa pribumi sekalipun dalam permainan peperangan semacam itu (atau perang sungguhan) mereka tidak mengenakan pakaian sebagus seperti dalam gambar tersebut.

a.sartono

sumber: L. Th. Mayer, 1897, Een Blik in Het Javaansche Volksleven, Leiden: Boekhandel en Drukkerij.