DOLANAN BÉNGKAT-2
(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-69)

DOLANAN BÉNGKAT-2Dolanan béngkat biasa dimainkan dengan model pertandingan, artinya pemain saling berhadapan. Jadi tentu ada pihak yang menang dan kalah. Namun uniknya, dalam permainan ini, jika dimainkan secara berkelompok, jumlah pemain antar kelompok tidak harus sama. Jika jumlah pemain 3 anak, maka 2 musuh 1. Pemain yang kelompoknya 2 anak tersebut dapat berduaan (disebut: janji bendha) atau terpisah (janji pentasan). Namun, bila dolanan dimainkan oleh 4 anak, maka setiap kelompok 2 anak. Jika dimainkan oleh 5 anak, maka pertandingan 3 melawan 2 anak. Jika dimainkan 6 anak, maka 3 melawan 3. Biasanya permainan 6 anak ini dianggap sebagai permainan dengan susunan terlengkap. Jadi, jumlah pemain tidak terikat genap 2 atau 4.

Permainan ini memerlukan ketrampilan dan ketangkasan dari para pemainnya. Selain itu, setiap pemain harus mempunyai keberanian bertanding, bekerjasama, saling menjaga, kehati-hatian, bertanggung jawab, dan kejujuran. Semua itu harus dimiliki oleh setiap pemain agar permainan bisa lancar dan tertib.

Sementara seperti yang pernah diuraikan, bahwa dolanan ini memerlukan alat berupa biji bendha sejumlah 6 buah. Ketika itu, biji bendha bisa diperoleh di sekitar lingkungan atau membeli di warung atau pasar tradisional. Dari 6 biji bendha tersebut, terdiri dari 3 biji bulat untuk “pentasan” dan 3 biji lonjong untuk “gosongan”. Jika mencari biji yang lonjong sulit, bisa semuanya memakai biji bulat, hanya untuk yang “pentasan” bentuknya agak sedikit pipih.DOLANAN BÉNGKAT-2Sementara luas lokasi bermain, minimal sekitar 10 x 4 meter. Semakin luas semakin bagus.

Apabila anak-anak dari kedua kelompok sudah siap, maka mereka segera menuju ke lokasi permainan dengan membawa 6 biji bendha. Masing-masing kelompok yang diwakili salah satu pemain maju untuk menentukan kelompok yang main duluan. Caranya, satu biji bendha diambil, kemudian salah satu sisi dibasahi dengan air. Kemudian salah satu pemain menebak sisi basah atau kering. Jika satu pemain menebak sisi basah, otomatis pemain lawan menebak sisi kering. Biji bendha kemudian dilempar ke atas. Jika saat jatuh, sisi basah berada di atas, maka kelompok pemain yang menebak sisi basah mempunyai kesempatan bermain terlebih dahulu. Sementara kelompok kalah berkewajiban “nggasang” atau menyiapkan biji bendha di tempat yang sudah ditentukan.

Permainan sudah bisa dimulai. Kelompok pemain kalah (nggasang) segera menata 2 biji bendha gasangan di garis gasangan menghadap ke arah pentasan. Keduanya ditata sejajar dengan jarak sekitar 3 meter pada sebuah garis yang disebut titik bahu. Kemudian 1 biji bendha gasangan lainnya diletakkan di atas kedua gasangan sebelumnya, di sela-selanya, yang disebut titik sumbul. Sehingga membentuk segitiga. Sementara jarak antara garis gasangan dengan garis pentasan, sejauh kira-kira 15 langkah atau 7,5 meter. Pelataran atau halaman bermain biasanya masih berupa tanah dengan kanan kiri halaman banyak ditDOLANAN BÉNGKAT-2umbuhi pepohonan yang rindang.

Sementara itu, kelompok pihak menang mengawali permainan di garis pentasan. Ketiga pemain kelompok menang berkewajiban merobohkan ketiga bendha gasangan dengan bendha-bendha pentasan yang diletakkan di garis pentasan. Caranya ialah dengan membengkatkan (menggerakkan) bendha-bendha pentasan. Cara membengkatkan bendha-bendha pentasan itu dengan meletakkan buah bendha di tanah persis di depan tonjolan ibu jari kaki kanan, lalu kaki kanan menggeser bendha ke arah pasangannya. Gerakan menggeser inilah yang kemudian disebut “béngkat”. Berhentinya bendha pentasan diusahakan berpencar di atas garis gasangan bahu. Apabila berada di bawah garis gasangan atau tidak melampaui garis gasangan bahu disebut “wedok” atau perempuan, yang berakibat tidak berhak merobohkan gasangan. Sementara jika bendha pentasan atau “gacuk” berada di tengah garis gasangan bahu disebut “sigar” yang berarti harus diulang kembali, mengawali permainan dari garis pentasan.

bersambung

Suwandi

Sumber: Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Groningen, Batavia: JB. Wolters’ Uitgevers Maatscappij NV dan Permainan Tradisional Jawa, Sukriman Dharmamulya, dkk, 2004, Yogyakarta, Kepel Press




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta