Hujan Membasahi Bulan Purnama

Oleh: Redaksi Tembi - 0709 Facebook Twitter Pinterest WhatsApp

Hujan deras sejak siang sampai malam hari mengisi Yogyakarta, sehingga Sastra Bulan Purnama edisi ke-54, Rabu malam, 23 Maret 2016 di Tembi Rumah Budaya ditumpahi hujan. Namun demkian, para penyair Negeri Laut terus membaca puisi di tengah hujan yang tak kunjung reda.

Penyair dari beberapa kota seperti Hardho Sayoka (Ngawi), Joshua Igho, Daladi Ahmad (Magelang), Aryoko (Bojonegoro), Pipie J. Egbert (Surabaya) dan beberapa penyair dari Yogya seperti Sutirman Eka Ardhana dan lainnya hadir membacakan puisi karyanya yang tergabung dalam antologi puisi ‘Negeri Laut’.

Pendeknya, hujan membasahi Bulan Purnama, namun di tengah pendapa Tembi Rumah Budaya, penyair dari negeri Poci, yang datang dari berapa kota menghangatkan suasana dingin dengan puisi-puisi karyanya. Bukan hanya dibacakan melainkan dilagukan, setidaknya dilakukan dua penyair negeri Poci, yang datang dari Magelang, Joshua Igo dan Daladi Ahmad.

Keduanya, menyajikan dua puisi, satu puisi dibacakan dan satu lainnya dilagukan. Satu gitar untuk bergantian. Joshua dan Daladi, dalam memetik gitar, terlihat sekali kalau sudah terbiasa, sehinggga puisi karyanya terasa enak didengar ketika dilagukan.

“Satu puisi karya saya yang ada dalam Negeri Laut akan saya bacakan, dan satu puisi yang lain, dari Negeri Langit akan saya lagukan,” kata Joshua Igo mengawali.

Hardho Sayoka, penyair dari Ngawi, yang sering dipanggil mbah penyair oleh para penyair muda lainnya, tampil membacakan satu puisi karyanya, yang ada dalam antologi puisi Negeri Langit. Rambutnya yang panjang, dan sudah memutih menegaskan bahwa penyair ini sudah tidak muda lagi, namun semangat berkarya tak mau kalah dengan anak-anak muda.

“Saya senang dengan Tembi dan Sastra Bulan Purnamanya yang secara rutin diselenggarakan, beberapakali saya datang di tempat ini,” kata mbah penyair. Hardho Sayoko.

Konten Terkait: Mahkota Bagong di Cepoko Jajar

Pipie J. Egbert, penyair perempuan dari Surabaya, tampil membacakan puisinya yang tergabung dalam antologi puisi Negeri Laut. Dia merasa seperti memiliki kerinduan untuk hadir di Sastra Bulan Purnama. Selain bersama dengan para penyair Negeri Laut, Pipie pernah tampil di Amphytheater Tembi Rumah Budaya persama penggurit dan penyair dari Surabaya.

“Dalam antologi Negeri Laut ini nama saya Pipie J. Egbret, tapi nama yang biasa saya pakai Rosuno Kaori,” kata Pipie.

Dari wilayah Jawa Timur yang lain, tampil Arieyoko dari Bojonegoro. Ia sudah beberapa kali tampil di Sastra Bulan Purnama, sejak beberapa tahun lalu, setidaknya ketika dia masih sering tinggal di Yogya. Setelah kembali ke kampung halamannya dan menggerakkan sastra etnik dari sana, Arieyoko lama tak muncul.

“Sudah lama saya tidak hadir di Tembi Rumah Budaya, dan malam ini, kerinduan saya terhadap sastra Yogya seperti terobati,” kata Arieyoko.

Sastra Bulan Purnama edisi ke-54, dengan tajuk ‘Membaca Puisi Membaca Laut’ tidak hanya menampilkan penyair membaca puisi, tetapi beberapa musisi muda ikut tampil mengolah puisi menjadi lagu, seperti dilakukan Doni Onfire dan beberapa yang lain. Selain itu, komunitas yang tergabung dalam Study Teater Club Yogyakarta mengolah puisi berjudul ‘Perjalanan Laut’ menjadi satu pertunjukan.

Ons Untoro